Paul Dirac (kiri) dan Richard Feynmann (Kanan). Dua tokoh penting dalam pengembangan teori QED
PARTIKEL ATAU GELOMBANG?
Mungkin
salah satu dari sekian banyak pertanyaan kita mengenai hakekat foton
adalah: jika foton adalah partikel, maka apakah unsur penyusunnya? Jika
kita bayangkan sebuah atom, maka akan kita dapati adanya inti atom
(nukleus) dan elektron yang mengelilinginya. Inti atom tersusun atas
proton dan neutron yang disebut nukleon. Bahkan, saat ini telah
diketahui bahwa proton dan neutron tersusun atas partikel penyusun yang
lebih fundamental lagi yang disebut quark.
Berdasarkan salah satu teori penting fisika modern saat ini yang dikenal sebagai model baku fisika partikel (standard model of particle physics),
partikel tertentu seperti foton dan elektron pada hakikatnya adalah
sedemikian rupa sehingga kita percaya bahwa mereka berupa “titik”
(berdimensi 0) yang sesungguhnya dalam pengertian matematika. Dengan
kata lain, mereka tidak memiliki ukuran fisik, dan mereka tidak dapat
dibelah karena mereka tidak memiliki unsur-unsur penyusun, selain
dirinya sendiri. Partikel seperti ini disebut partikel elementer.
Selanjutnya,
kita sampai pada pertanyaan yang paling sulit dijawab dan
membingungkan. Apakah foton itu partikel atau gelombang? Apakah hakikat
partikelnya lebih nyata daripada hakikat gelombang elektromagnetnya?
Disinilah letak paradoksnya. Beberapa percobaan seperti yang menyangkut
fenomena interferensi dan difraksi, memperlihatkan bahwa radiasi
elektromagnet berinteraksi seperti halnya gelombang; percobaan lain –
misalnya efek fotolistrik yang terkenal itu – memperlihatkan bahwa radiasi elektromagnet berinteraksi layaknya kuantum partikel yang dikenal sebagai foton.
Tentunya,
penjelasan tentang partikel dan gelombang amatlah berbeda. Keduanya
merupakan dua entitas yang berlainan. Pertikel membawa energinya
sendiri. Energi ini terlokalisir di suatu tempat dimana partikel itu
berada, sedangkan energi sebuah gelombang tersebar merata pada seluruh
muka gelombangnya. Sebagai contoh, jika cahaya kita anggap sebagai
partikel saja, maka sulit bagi kita untuk menjelaskan pola interferensi
yang terjadi seperti halnya pada pecobaan celah ganda Young. Sebuah
partikel hanya dapat melewati salah satu celah; sedangkan bagi
gelombang, ia dapat berpisah lalu melewati kedua celah secara bersamaan
untuk kemudian bergabung kembali.
Jika
deskripsi gelombang dan partikel kita pandang valid, maka kita harus
menganggap bahwa cahaya yang dipancarkan sebuah sumber cahaya hanya
merambat sebagai gelombang atau sebagai partikel saja, tidak mungkin
keduanya secara bersamaan. Namun bagaimana caranya sebuah sumber cahaya
mengetahui perilaku cahaya mana (gelombang atau partikel) yang akan ia
pancarkan?
Bayangkan percobaan ini!
Andaikan
kita menempatkan sumber cahaya ditengah, selanjutnya kita susun
peralatan percobaan celah ganda pada salah satu sisi sumber cahaya, dan
peralatan efek fotolistrik pada sisi yang lain. Cahaya yang dipancarkan
menuju celah ganda akan berperilaku sebagai sebuah gelombang, sedangkan
yang menuju pelat logam berperilaku sebagai pertikel. Bagaimana
sumbernya tahu ke arah mana ia memancarkan gelombang dan ke arah mana ia
memancarkan partikel?
Mungkin
alam mempunyai semacam “kode rahasia.” Dengan kode ini jenis percobaan
yang sedang kita lakukan disinyalkan kembali (entah oleh siapa) ke
sumber cahaya sehingga sumber mengetahui apa yang harus ia pancarkan,
partikel cahaya atau gelombang cahaya. Mari kita ulangi kembali
percobaan diatas (dual experiment) kita tentang cahaya ini tapi dengan
menggunakan sumber cahaya yang berasal dari suatu galaksi yang amat
jauh, sehingga sumber tersebut telah merambat menuju kita untuk jangka
waktu yang kurang lebih sama dengan usia jagat raya (15 x 109
tahun). Tentu saja, jenis percobaan yang sedang kita lakukan ini tidak
dapat disinyalkan kembali ke sumbernya karena dalam jangka waktu itu
kita punya banyak waktu untuk mengganti perlatan celah ganda pada meja
laboratorium dengan peralatan efek fotolistrik.
Namun
demikian, kita dapati bahwa cahaya dari galaksi yang amat jauh tersebut
nyatanya dapat menghasilkan interferensi celah ganda dan juga efek
fotolistrik.
DUALITAS PARTIKEL GELOMBANG
Akhirnya
kita sampai pada kesimpulan berikut: Cahaya bukanlah gelombang saja
atau partikel saja; entah bagaimana caranya, cahaya adalah partikel
sekaligus gelombang dan ia hanya memperlihatkan salah satu aspeknya,
bergantung pada jenis percobaan yang kita lakukan. Percobaan
jenis-pertikel (efek fotolistrik) akan memperlihatkan hakikat
partikelnya, sedangkan percobaan jenis-gelombang (interferensi celah
ganda), memperlihatkan aspek gelombangnya.
Meskipun
demikian, kita bukannya gagal mendefinisikan foton sebagai sebuah
partikel saja atau sebuah gelombang saja. Ini hanya masalah keterbatasan
kosakata. Nyatanya, foton memang berperilaku demikian, sehingga seperti
yang telah saya sebutkan diatas, foton bukanlah partikel saja, atau
gelombang saja foton adalah foton.
Sifat
dualisme partikel-gelombang ini nyatanya telah lama menimbulkan dilema
bagi fisikawan dan filsuf. Penjelasan mengenai kedua sifat ini tidak
dapat benar secara keseluruhan karena keterbatasan kosakata dan
pengalaman akal sehat kita. Namun, keduanya harus diterima berlaku
secara serempak agar dapat memberikan deskripsi yang saling melengkapi (complementary principle) mengenai gelombang elektromagnetik.
Sumber
Kenneth S. Krane. Modern Physics Second (2nd) Edition. 1995
|
0 komentar:
Posting Komentar