Menuju akhir tahun 2022 permasalahan lingkungan di Indonesia, salah satu yang sering menjadi perhatian khalayak adalah sampah plastik di Indonesia. Terbukti dari ditemukannya partikel mikroplastik dari beberapa komponen kehidupan mulai dari air, udara, ikan bahkan mikroplastik telah teridentifikasi dalam darah, asi dan paru-paru manusia. Namun permasalahan tersebut belum menghentikan kegiatan produksi plastik yang sampai saat ini masih tetap berjalan bahkan muncul masalah lain WTE (Waste to Energy) yaitu mengubah sampah plastik jadi energi tetapi hal tersebut dapat melepaskan mikroplastik beserta bahan racun plastik ke lingkungan.
Data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, menunjukkan 5 Provinsi yang paling tinggi terhadap kontaminasi partikel mikroplastik yaitu Provinsi Jawa Timur ditemukan 636 partikel/100 liter, Provinsi Sumatera Utara ditemukan 520 partikel/ 100 liter, Provinsi Sumatera Barat ditemukan 508 partikel/100 liter, Provinsi Bangka Belitung 497 partikel/100 liter, Provinsi Sulawesi Tengah 417 partikel/100 liter. Berikut akumulasi data uji mikroplastik di sungai – sungai indonesia yang tersebar di 24 provinsi di Indonesia.
Grafik 1. Identifikasi
Mikroplastik Pada Sungai di Indonesia Tahun 2022
Grafik 2. Presentase Jenis
Mikroplastik Pada Sungai Indonesia Tahun 2022
Air sungai memiliki peranan vital
dalam kehidupan makhluk hidup sehari-hari sebagai habitat berbagai macam
organisme. Keadaan sungai di Indonesia sampai ini dinilai masih buruk karena
banyak ditemukan sampah plastik di bantaran dan badan air. Hal ini yang menjadi
sumber dari adanya kontaminasi mikroplastik, yaitu partikel plastik yang
berukuran kurang dari 5 mm.
grafik 2 menjelaskan bahwa kontaminasi mikroplastik di sungai indonesia tahun
2022 didominasi oleh :
1. Fibre (Serat) 49.20 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fibre juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena faktor alam (suhu, arus air dll)
3. Fragment 18.60 %, berasal dari deradasi sampah plastik kaku dan tebal (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun );
4. Pellet 4 %, merupakan mikroplastik primer yang langsung diproduksi oleh pabrik sebagai bahan baku pembuatan produk plastik.
5.Foam 0,4 %, berasal dari degradasi setiap jenis plastik dengan struktur foam (berbusa), misalnya dari Styrofoam atau plastik lainya meliputi poliestirena (PS), polietilena (PS) atau polivinil klorida (PVC).
Berdasarkan
data Kemetrian PUPR 2020 yang dikelola oleh FITRA (Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran), menyebutkan bahwa tata kelola sampah di
Indonesia belum merata, regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah
masih minim. Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia hanya 45% yang sudah
memiliki Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan. Sementara itu,
Presiden Jokowi meminta pengelolaan sampah harus menjadi program penting dibuat
terpadu dan sistemik. Harus ada keterlibatan masyarakat dan swasta serta
sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pengelolaan sampah masih dilakukan
dengan tradisional memakai pola land
field. Presiden Jokowi mengatakan bahwa pola ini sangat berbahaya karena
hanya buang, angkut dan timbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu,
pemanfaatan sampah saat ini masih sangat kecil, hanya sekitar 7,5% dari total
sampah yang menumpuk setiap hari.
Masalah yang disebabkan oleh
mikroplastik lebih besar dari yang biasanya diperkirakan sehingga dinilai
berbahaya dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup. Berdasarkan komponennya
plastik tersusun oleh senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida dan
bisphenol A. Apabia tubuh terpapar oleh senyawa tersebut maka akan menyebabkan
iritasi atau gannguan pernafasan, mengganggu hormone endokrin sampai berpotensi
menyebabkan kanker. Senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam plastik meliputi
phthalate, penghalang api, dan alkalyphenol juga dapat menyebabkan gangguan
aktivitas endokrin hingga berdampak pada kesuburan. Senyawa dari plastik memiliki
aktifitas mengganggu hormone estrogen sehingga jika masuk kedalam tubuh dapat
meniru hormon estrogen. Senyawa tersebut
dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan
juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada
biota jantan.
- . Membuat baku mutu atau nilai ambang batas mikroplastik di perairan sungai Indonesia, sebagai implementasi lampiran 6 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPLH yang menyebutkan bahwa baku mutu sungai harus “Nihil Sampah”;
- Melakukan pemulihan lingkungan dan pembersihan sampah plastik yang tercecer ke lingkungan, yang menjadi biang mikroplastik;
- Memperluas Regulasi pembatasan dan pengurangan Plastik Sekali Pakai di Indonesia, dan secara tegas melarang penggunaan (tas kresek, Sachet, Styrofoam, Botol air minum dalam kemasan/AMDK, popok dan sedotan) di pusat perbelanjaan, pasar, supermarket, retail yang tersebar di setiap daerah;
- Menerapkan konsep Zero Waste City dalam tata kelola sampah di setiap daerah dengan mendukung pemilahan sampah dari sumber agar beban sampah di TPA berkurang dan sampah plastik tidak bocor ke lingkungan;
- Menaikkan anggaran program tata kelola sampah disetiap daerah, menyediakan dan memperbanyak fasilitas pembuangan sampah drop point (sachet, popok, organik dan anorganik) di titik – titik timbulan sampah yang tersebar di lingkungan dan memperbanyak TPS 3 R di setiap daerah;
- Mendorong Produsen penghasil sampah plastik khususnya sachet untuk segara merancang dokumen peta jalan pengurangan sampah dan melakukan kiat – kiat pengurangan produk kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan dengan pedoman regulasi Permen LHK 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah;
- Mendorong produsen pengasil sampah plastik untuk melakukan upaya EPR dengan melakukan pembersihan sampah produknya yang tercecr ke lingkungan dan memprioritaskan CSR lingkungan nya untuk penanganan sampah plastik;
- Pemerintah sudah saatnya
mengembangkan inovasi program dan teknologi infrastruktur pengelolaan sampah
yang mutakhir dan non emisi dalam penanganan sampah plastik dilingkungan dan
menolak solusi RDF (Refuse – derived
fuel) adalah bahan bakar yang berasal dari limbah atau sampah melalui
proses dihomogenisasi menjadi (pelet, briket dan cacahan) karena :
- Membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia, karena pembakaran RDF menghasilkan senyawa beracun kimia dioksin, logam berat, polutan organik dan partikel halus ke udara yang menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker, masalah reproduksi, dan gangguan hormon;
- Bukan sumber energi terbarukan, mahal dan tidak efisien, karena pembakaran RDF menghasilkan energi yang sedikit dengan biaya produksi yang mahal;Daftar Pustaka :
- Publikasi Sekretaris Kabinet RI tanggal 21 Desember 2022 “Presiden Jokowi Minta BPDLH Priotaskan Penanganan Sampah dan Rehabilitas Mangrove https://setkab.go.id/presiden-jokowi-minta-bpdlh-prioritaskan-penanganan-sampah-dan-rehabilitasi-mangrove/
- Publikasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran tanggal 22 April 2021 “Kebijakan & Anggaran Tata Kelola Sampah Memprihatinkan” https://seknasfitra.org/kebijakan-anggaran-tata-kelola-sampah-memprihatinkan/
- Publikasi TIRTO.ID tanggal 31 Juli 2019 “Mengapa Anggaran Pengelolaan Sampah DKI Lebih Besar dari Surabaya” https://tirto.id/mengapa-anggaran-pengelolaan-sampah-dki-lebih-besar-dari-surabaya-efkr
- Data diolah Kementrian PUPR 2020, Tentang Grafik Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan
- Laporan Studi Mikroplastik Sungai Indonesia oleh Ekspedisi Sungai Nusantara Ecoton Foundation tahun 2022
- Laporan Studi Brand Audit Merek Sungai Ciliwung Ecoton Foundation Tahun 2022